KECELAKAAN, BAGAIMANA PANDANGAN / HUKUM ISLAM?

KECELAKAAN, BAGAIMANA PANDANGAN / HUKUM ISLAM?
oleh 
Abu Muhammad Zafran



Mana fakta kecelakaan?

Pada Senin (8/1/2018) pagi, bus Sempati Star BL 7705 AA bertabrakan dengan Avanza BM 1794 MI, di kawasan Desa  Ule Ceu Paloh Silimeng atau kawasan Teupok, Jeumpa Bireuen.

Insiden kecelakaan lalu lintas, antara bus Sempati Star dengan pikap di lintas Banda Aceh-Medan, kawasan Trienggadeng, Pidie Jaya, Jumat (22/12/2017) pagi, ternyata merenggut enam korban jiwa, serta satu orang dalam kondisi kritis.

Informasi diperoleh Serambinews.com dari pihak kepolisian, insiden kecelakaan itu melibatkan bus Sempati Star BL 7522 AA dengan mobil pikap jenis Kijang Super BL 8158 PE. dan masih banyak lainnya

Bagaimana Masyarakat / orang perpandangan?

Opini yang berkembang di media, penabrak akan dijerat dengan pasal tentang kelalaian yang
mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, dengan hukuman maksimal enam tahun penjara. Banyak pihak yang berpendapat bahwa hukuman ini tidak adil dan terlalu ringan. Belakangan, polisi juga akan menjeratnya dengan pasal yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan dengan cara atau keadaan yang membahayakan nyawa bisa dijerat hukuman maksimal dua belas tahun penjara jika korban meninggal dunia.

Kecelakaan salah siapa?

“Apa saja Nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari ( kesalahan )  dirimu sendiri.” ( QS An-Nisa’ : 79 )
Dari Firman Allah tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa :
Kecelakaan itu salah diri sipenabrak dan tertabrak, kok bisa? Iya semua kejadian sudah tertulis di Azali Allah Ta’ala. Dalam hal ini sipenabrak dan tertabrak di bagi menjadi 3 (dalam konteks Islam):
1.     Penabrak / Tertabrak Pernah melakukan dosa kepada Allah baginya ialah penghapus dosa.
2.     Penabrak / Tertabrak Orang taat maka ianya sebagai Ujian Iman jika ia sabar dan tawakkal Allah naikkan derajatnya.
3.     Penabrak / Tertabrak Orang Kafir / Munafiq / Murtad ianya sebagai Azab yang disegerakan di dunia sebelum ia masuk ke kubur.
(3 point di atas masuk segala musibah secara umum)

Apakah Allah Zalim pada hambaNya?

Nauzubillah, maha suci Allah dari menzalimi hamba-hambanya, dalilnya?
QS. ‘Ali `Imran [3] : 182

`

ذَٰلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
(Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya.
QS. An-Nisa’ [4] : 40

`إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِن تَكُ حَسَنَةً يُضَٰعِفْهَا وَيُؤْتِ مِن لَّدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.
QS. Al-‘Anfal [8] : 51

ذَٰلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيد
Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya,
QS. Yunus [10] : 44

`

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظْلِمُ ٱلنَّاسَ شَيْـًٔا وَلَٰكِنَّ ٱلنَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.
QS. Al-Haj [22] : 10

`ذَٰلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ
(Akan dikatakan kepadanya): “Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”.
QS. Al-`Ankabut [29] : 40

`فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنۢبِهِۦ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُم مَّنْ أَخَذَتْهُ ٱلصَّيْحَةُ وَمِنْهُم مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ ٱلْأَرْضَ وَمِنْهُم مَّنْ أَغْرَقْنَا ۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِن كَانُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
QS. Fussilat [41] : 46

`مَّنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.
QS. Qaf [50] : 29

`

مَا يُبَدَّلُ ٱلْقَوْلُ لَدَىَّ وَمَآ أَنَا۠ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ

Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku
Kecelakaan itu selalu ada hikmah-Nya, begitu dalih orang lagi. Lantas, apakah kita harus celaka dulu untuk mendapatkan hikmah? Tidak bisakah kita mendapat hikmah tanpa terlebih dulu celaka? Bagi saya hikmah terbesar dari sebuah kecelakaan adalah bahwa kita belajar sebab-sebabnya.Allah juga menegaskan bahwa musibah/kecelakaan itu datangnya disebabkan oleh tangan manusia sendiri,
QS. Al-Haj [22] : 10

`ذَٰلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ

(Akan dikatakan kepadanya): “Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”.

Lantas bagaimana Islam menghukumi kasus ini?

Ada tiga kategori pembunuhan yang disebutkan dalam al-Qur`ân dan Hadits, yaitu pembunuhan yang disengaja (‘amd), semi sengaja (syibh ‘amd) dan tidak disengaja (khatha`). Pembunuhan yang tidak disengaja adalah: pembunuhan yang tidak dimaksudkan, atau dimaksudkan dengan obyek tertentu, tapi mengenai orang lain. Dengan demikian, jelas bahwa kecelakaan ini termasuk al-qatl al-khatha`; karena telah terjadi kematian tanpa ada maksud membunuh dari sang pengemudi mobil.

Pembunuhan kategori ini memiliki beberapa konsekuensi yaitu:

1. Tidak ada qishâsh (hukuman berupa tindakan yang sama dengan kejahatan pelaku). Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا
“Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan tidak sengaja, (hendaklah) ia memerdekakan seorang budak yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka bersedekah (tidak mengambilnya).” [an-Nisâ/4:92].
Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla tidak menyebutkan qishâsh di antara kewajiban yang harus dilakukan pelaku qatl khatha`. Dan pembunuhan yang menyebabkan qishâsh hanyalah pembunuhan yang disengaja (‘amd).

2. Kewajiban membayar diyât, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas. Adapun besarnya adalah seratus ekor unta untuk setiap jiwa Muslim pria. Dalam Sunan an-Nasâ’i hadits no. 4.871, diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis dalam surat beliau:
فِي النَّفْسِ مِئَةٌ مِنَ الإِبِلِ
“Diyat nyawa adalah seratus ekor unta.”
Ibnu Hibbân rahimahullah dan al-Hâkim rahimahullah menghukumi shahih hadits ini, sementara al-Albâni melemahkannya. Namun kandungan hadits ini disepakati oleh seluruh Ulama, sebagaimana dinukil oleh Imam Syâfi’i rahimahullah, Imam Ibnul Mundzir rahimahullah dan Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah.
Diyat untuk Muslimah adalah setengahnya, yakni lima puluh ekor. Jika tidak ada unta, diyat bisa dibayarkan dengan uang senilai seratus ekor unta. Dan berbeda dengan pembunuhan disengaja yang diyatnya ditanggung oleh penabrak, pembayaran diyat ini ditanggung oleh ahli waris penabrak, yaitu keluarga dari pihak ayah, dan bisa diangsur selama tiga tahun.

3. Kewajiban membayar kaffârah, yaitu dengan membebaskan budak Mukmin sebagaimana penjelasan ayat di atas, atau jika tidak ada, berpuasa dua bulan berturut-turut. Allâh Azza wa Jalla berfirman di ayat yang sama:
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ
“Maka barangsiapa yang tidak memperolehnya, (hendaklah ia) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allâh.” [an-Nisâ/4:92]

Besaran kaffârah ini disesuaikan dengan jumlah korban meninggal menurut pendapat sebagian Ulama. Jadi dengan sembilan korban tewas, penabrak harus membebaskan sembilan budak Mukmin, atau berpuasa dua bulan berturut-turut sembilan kali . Sementara sebagian Ulama berpendapat cukup dengan satu kaffârah saja

Adapun korban luka, jika luka yang dialami mengakibatkan hilangnya anggota tubuh atau hilangnya fungsi anggota, syariah Islam juga telah mewajibkan diyât masing-masing secara terperinci. Demikian pula biaya pengobatan mereka dan barang-baarng yang rusak akibat kecelakaan menjadi tanggungan penabrak



Share on Google Plus

About pusatcomputer

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment